Jumat, 25 Juli 2014

DIBALIK KEMEGAHAN PACUAN KUDA




Oleh : Mochammad Isro Al Fajri
Festival moyo tahun 2013, dengan salah satu rangkaian acaranya adalah pacuan kuda, pacuan kuda dilaksanakan pada tanggal 19-29 September 2013 di arena pacuan kuda angin laut desa penyaring kecamatan moyohilir kabupaten Sumbawa. Pacuan kuda di Sumbawa memiliki ciri khas tersendiri dengan rata-rata menggunakan joki yang masih duduk di bangku sekolah dasar,  arena pacuan yang jauh, fasilitas yang minim, infrastruktur jalan yang  rusak, dan penyediaan fasilitas penginapan bagi para peserta pun dapat dikatakan tidak ada, serta penjagaan dari aparat kepolisian masih sangat minim.
Joki Cilik Pacuan Kuda Sumbawa, 2013
 ini  merupakan acara yang besar dengan tanpa adanya persiapan dan kesiapan dari pemerintah maupun dinas terkait, bahkan dapat dikatakan peran dari tokoh masyarakat mengambil bagian besar dalam suksesnya acara pacuan kuda ini, memang sangat disayangkan selain orang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan dapat dengan sesuka hati  menjadikan pacun kuda sebagai lahan bisnis untuk menambah kekayaan dirinya, selain itu bagi para bos joki pun mengambil keuntungan dengan prinsip ekonomi “kotor”  untuk mendiskriminasi para joki-joki yang umumnya masih duduk dibangku sekolah dasar, sangat menyedihkan memang untuk seumuran anak bawang sudah merasakan pahit dan kerasnya kehidupan, mereka harus melupakan impian dan cita-cita mulia mereka, mengorbankan pendidikan mereka, mengorbankan waktu untuk berkumpul bersama orangtua tercinta. Mengapa di era Reformasi seperti ini masih saja terjadi “perbudakan berdasi”  dengan berdalih ingin memberdayakan joki-joki tetapi sesungguhnya hanya memanfaatkan jasanya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya namun untuk para joki merasakan kesedihan yang teramat perih.
 Joki merupakan korban yang sesungguhnya banyak joki yang sudah mengenal nikotin, lupa akan ilmu agama, bahkan bagi joki yang duduk di bangku kelas 6 SD ada yang tidak dapat membaca. Joki yang sudah terbiasa melalaikan waktu untuk beribadah buan semata-mata kesalahan dirinya sendiri namun dikarenakan situasi dan kondisi di arena joki yang terpelosok jauhnya tidak memiliki tempat peribadatan. Padahal yang terpenting di usia mereka adalah penanaman karakter yang dapat tertanam hingga dewasa. Memang sangat miris dan tragis, mungkin dua kata itu yang dapat  mewakilkan  kegagalan pemerintah untuk mewujudkan salah satu tujuan bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia untuk matahari kehidupan bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar